10 Tahun Merawat Mertua yang Lumpuh!! Wanita ini Syok Saat Surat Wasiat Dibacakan! Ternyata...
23:10
Redaksi Baca - Saat telah menikah maka seorang wanita akan memulai sebuah kehidupan yang baru bersama suaminya.
Tentunya seorang wanita yang baru menikah berharap agar bisa menjalani biduk rumah tangga dengan baik.
Terutama ketika berhubungan dengan hal yang menyangkut mertua.
Seringkali muncul anggapan jika seorang wanita kerap merasa khawatir akan mendapat mertua yang tak menyayanginya.
Meski begitu, hal tersebut tak selamanya benar.
Ada pula mertua yang baik hati yang justru membuat menantunya sayang dan mau mengurusnya, terlebih ketika jatuh sakit.
Hal itu pula yang dilakukan oleh wanita ini.
Dengan telaten ia mengurusi mertuanya yang sakit sampai akhirnya meninggal dunia.
Tapi sebuah hal tak terduga justru dirasakannya ketika sang mertua meninggal dunia.
Simak kisahnya dibawah ini, seperti dilansir dari Coco.
Setelah menikah aku dan suami tinggal bersama dengan ayah mertua dan kakak ipar.
Aku hanya seorang gadis desa, sementara kakak ipar berasal dari keluarga berada.
Meskipun sudah lebih dulu tinggal disana, kakak ipar ternyata tak pernah menyentuh pekerjaan rumah sedikitpun.
Sehari-hari cumamemerintahkan aku untuk melakukan ini dan itu seperti nyonya besar yang hanya modal mulut saja.
Meskipun merasa diperlakukan seperti seorang pembantu, namun aku tetap bersabar dan menahan diri demi menjaga keharmonisan keluarga.
Suatu kali ibuku datang dari desa untuk mengunjungiku.
Baru saja ibu menginjakkan kaki ke rumah, kakak ipar malah menutup hidung dan berkata,
”Aduh! Bau banget sih!! Dia gak nginep disini kan? Dua hari lagi mamaku mau dateng juga, aku gak mau kamar tamu kotor dan bau!”
Aku marah besar mendengar dia menghina ibu.
Ketika aku hendak mendekat dan menamparnya, ibu langsung mencegah dan mencengkram tanganku erat.
Akhirnya aku membawa ibu untuk tinggal di hotel terdekat.
Sesampainya di hotel ibu berkata,
”Anak bodoh, tak perlu marah seperti itu. Ibu yang salah tidak membersihkan diri dengan baik. Tak baik jika hubunganmu dan kakak ipar retak hanya karena masalah sepele seperti ini.”
Aku merasa sangat tak berdaya, yang bisa kulakukan hanya memeluk ibu erat-erat sambil menangis.
Beberapa tahun kemudian ayah mertuaku terserang stroke yang membuatnya lumpuh total.
Setiap hari aku memberinya makan, membersihkan dan memijat badannya serta menemaninya ngobrol.
Suatu ketika aku pulang ke desa mengunjungi ibu selama dua hari.
Ketika aku kembali, kamar ayah mertua sudah bau busuk, ranjangnya penuh dengan kotoran.
Setelah selesai membersihkan ayah mertua, aku segera menghampiri kakak ipar.
Dengan suara tinggi aku berkata,
"Kakak sungguh keterlaluan! Kakak sampai hati membiarkan ayah seperti itu?!"
Tak kusangka kakak iparku malah balik teriak,
”Heh cewek rendahan! Aku bukan kamu! Aku gak bakal nyentuh hal menjijikkan kaya gitu!”
Aku tak habis pikir, segitu teganya kakak ipar hingga sampai hati membiarkan ayah mertuaku yang juga ayahnya sendiri seperti itu.
---
Setelah 10 tahun berlalu, ayah mertua akhirnya menutup mata dengan tenang.
Di hari pemakaman, seorang pengacara datang untuk mengumumkan surat wasiat dari ayah.
Aku seakan disambar petir ketika mendengar isi surat wasiat tersebut!
Bagaimana tidak, ayah mertua mewariskan rumah dan seluruh harta miliknya untuk kakak ipar dan istrinya!
Ia bahkan tak menyebut namaku dan suamiku sama sekali di dalam surat wasiatnya!
Aku menjaga ayah mertua dengan tulus, tapi jujur saja, sulit bagiku untuk menerima kenyataan bahwa ayah mertua mewariskan seluruh hartanya kepada kakak ipar dan istri yang tak pernah peduli terhadapnya.
Sempat terbersit dalam benakku, mungkin saja kakak ipar mengubah isi surat wasiat itu diam-diam.
Namun suamiku melarang untuk melakukan penyelidikan.
“Sudahlah, kita tidak kekurangan uang juga. Jika memang kita ditakdirkan memiliki harta itu, kita pasti akan tetap mendapatkannya suatu hari. Tuhan punya cara yang ajaib untuk memberikan rejeki itu pada kita. Jika benar kakak berbuat curang, aku yakin, cepat atau lambat, ia akan menanggung akibatnya sendiri.”
Jika dipikir-pikir, perkataan suamiku memang ada benarnya.
Meskipun berat, akhirnya aku memutuskan untuk mengikhlaskan saja.
Kebahagiaan tidak ditentukan oleh seberapa banyak harta yang kita punya bukan?
sumber : palembang.tribunnews.com